LAHAT,DS - Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 yang menguatkan peran Komite sekolah dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, menjelaskan penggalangan dana tidak boleh dalam bentuk pungutan, dan hanya diperbolehkan dalam bentuk bantuan ataupun sumbangan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemendikbud, Dian Wahyuni. di gedung Kemendikbud, Jakarta Selatan, Senin (16/01/2017).
“Di Permendikbud yang baru sudah dijelaskan, komite sekolah boleh melakukan penggalangan dana tapi sama sekali tidak boleh melakukan pungutan,” ujar Dian.
Sebelumnya Kemendikbud menerbitkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 yang menguatkan peran Komite sekolah dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Peningkatan mutu yang dilakukan komite sekolah salah satunya dengan penggalangan dana sekolah.
Dian Wahyuni menjelaskan, pelarangan pungutan terhadap penggalangan dana masyarakat ini diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12.
“Jadi penggalangan dana melalui pungutan ini tidak diperkenankan dilakukan di lingkungan sekolah,” ungkapnya.
Dalam peraturan tersebut, Komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dengan sangat tegas melarang pungutan dari peserta didik atau orang tua atau wali.
Secara jelas Fungsi sekolah dapat dilihat dari berbagai aspek. Dilihat dari aspek sosiologis, fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan yang menempatkan guru sebagai pendidik menggantikan peran orang tua sebagai pendidik sejati. Hal ini merupakan konsekuensi kesibukan orangtua terhadap pekerjaan dan kegiatan masing-masing. Guru sebagai pendidik utama dituntut untuk memiliki profesionalisme dalam melakukan tugas pokoknya yaitu mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik.
Untuk itu ada berbagai Bentuk-bentuk Pungutan Di Sekolah,dimana Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pungutan di sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Dalam peraturan tersebut dibedakan antara pungutan, sumbangan, pendanaan pendidikan dan biaya pendidikan.
Pengertian Pungutan dalam peraturan tersebut adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedang pengertian Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorang atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya
Adanya acuan dari kementiran Pendidikan dan Kebudayaan tanpak diduga tidak diindahkan oleh Oknum FTRN seketika menjabat PLT Kepsek di Sekolah Negeri 2 Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat.
Dimana dalam penerimaan Siswa baru tahun 2020 diduga FTRN tanpa melalui musyawarah Komite Sekolah telah melakukan pungutan liar yang mengikat wali siswa dengan melaksanakan Pungli dalam judul Pembelian Baju Seragam Sekolah SD N 2 Kota Agung dengan rincian
1.Baju Olaraga Rp.100,000,
2.Baju Batik Rp.80.000,
3.Baju Muslim Rp.250.000,
4.Sampul Raport Rp.75.000,
5.Poto Rp.40.000,
6.Adminitrasi Siswa Baru Rp.150.000,
dengan total biaya yang dikeluarkan wali siswa sebesar Rp.695.000 per wali siswa X 14 Siswa Baru
Saat dikonfirmasi Awak media 25/8 terkait adanya dugaan pungli yang mengikat bagi siswa Baru FTRN didampingi Meldy seorang Guru mengatakan Pungutan uang Rp.150 000 bagi siswa baru itu untuk Adminitrasi namun tidak dijelas secara rincci Adminitrasi apa.
Disamping itu juga FTRN menambahkan agar awak media coba tanya sama sekolah lain ada tidak pungutan yang sama seperti dilakukan SD N 2 Kota Agung Katanya.
Kasrun mewakili UPT Disdik Kecamatan Kota Agung ketika diminta tanggapanya via Telp 25/8 sekira pukul 17 wib menggatakan untuk pungutan liar yang mengikat wali siswa itu tidak diperkenankan dan sangat dilarang, kecuali pungutan yang tidak mengikat dan sukarela wali siswa atas persetujuan Komite Sekolah itu bisa dilaksanakan katanya.
Untuk itu berdasarkan Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.(Novita/Idham)