masukkan script iklan disini
MUBA,DS. - Tuntaskan Konflik Agraria yang terjadi antara Perusahaan Perkebunan Sawit PT Ghutrie Pecconinna Indonesia (GPI) dan Masyarakat, Komisi II DPRD Muba selaku Mitra Kerja melakukan monitoring dengan turun langsung untuk mengadakan rapat bersama. Bertempat diruang Rapat PT GPI, Selasa (30/6/2020).
Rapat yang dilaksanakan ini adalah satu langkah untuk percepatan dalam menuntaskan Konflik yang sudah puluhan tahun bergejolak di masyarakat, hingga saat ini sudah berbagai prosedural penyelesaian telah dilakukan baik itu Pemerintah Eksekutif yang dalam hal ini Pemerintah Musi Banyuasin maupun Legislatif yaitu DPRD.
Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Musi Banyuasin Muhammad Yamin, yang didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II Dedi Zulkarnain SE, Sekretaris Komisi II, Heriyadi, Anggota Komisi II yaitu, Senen H Hanan, Evra Haryadi, Martinus, H Ahmadi, dan Nupri Soleh SKom.
Ketua Komisi II DPRD Musi Banyuasin Muhammad Yamin dalam kesempatannya mengatakan, kami sengaja mendatangi langsung PT GPI, agar dapat menyaksikan dan mengetahui duduk persoalan yang tengah berkepanjangan dan belum kunjung selesai antara masyarakat dan pihak PT GPI, yang mana sebelumnya sempat kita bahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa kali di ruang rapat Komisi II.
" Konflik dipicu persoalan tuntutan masyarakat atas sisa 1.195 Hektar Lahan Perkebunan yang merupakan kewajiban perusahaan, atas izin dari seluruh pembukaan lahan di wilayah Operasional PT GPI (Ghutrie Pecconinna Indonesia)," dikatakan Muhammad Yamin usai rapat bersama beberapa Perwakilan PT GPI.
Muhammad Yamin menegaskan, dan memang banyak masalah yang menjadi penyebab dari pada keterlambatan realisasi dan pembukaan lahan tersebut. Yang pertama, masalah kondisi lahan yang terdiri dari rawa, sehingga sangat menyulitkan dan akan menyebabkan biaya operasional yang sangat tinggi dalam pembukaan dan pemeliharaan kebun sawit tersebut.
" Dan serta dinilai pertumbuhan tanaman sawit tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Yang kedua, persoalan tumpang tindihnya data masyarakat dalam CPCL, yang terdaftar di KUD dan atas klaim masyarakat," bebernya.
Namun, kami dari Komisi II tetap merekomendasikan kepada pihak PT GPI (Ghutrie Pecconinna Indonesia) agar tetap menuntaskan persoalan kewajiban perusahaan terhadap masyarakat tersebut, agar tidak berlarut larut menjadi masalah yang bergulir berkepanjangan, apapun caranya dan bagaimanapun tekhnisnya.
" Perusahaan harus dapat merealisasikan kewajibannya, paling lambat pada tahun 2021 ini sudah dilakukan. Dan mudah-mudahan langkah yang kita ambil, dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang berada diarea operasinya PT GPI," tegasnya(hsm)
Rapat yang dilaksanakan ini adalah satu langkah untuk percepatan dalam menuntaskan Konflik yang sudah puluhan tahun bergejolak di masyarakat, hingga saat ini sudah berbagai prosedural penyelesaian telah dilakukan baik itu Pemerintah Eksekutif yang dalam hal ini Pemerintah Musi Banyuasin maupun Legislatif yaitu DPRD.
Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Musi Banyuasin Muhammad Yamin, yang didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II Dedi Zulkarnain SE, Sekretaris Komisi II, Heriyadi, Anggota Komisi II yaitu, Senen H Hanan, Evra Haryadi, Martinus, H Ahmadi, dan Nupri Soleh SKom.
Ketua Komisi II DPRD Musi Banyuasin Muhammad Yamin dalam kesempatannya mengatakan, kami sengaja mendatangi langsung PT GPI, agar dapat menyaksikan dan mengetahui duduk persoalan yang tengah berkepanjangan dan belum kunjung selesai antara masyarakat dan pihak PT GPI, yang mana sebelumnya sempat kita bahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa kali di ruang rapat Komisi II.
" Konflik dipicu persoalan tuntutan masyarakat atas sisa 1.195 Hektar Lahan Perkebunan yang merupakan kewajiban perusahaan, atas izin dari seluruh pembukaan lahan di wilayah Operasional PT GPI (Ghutrie Pecconinna Indonesia)," dikatakan Muhammad Yamin usai rapat bersama beberapa Perwakilan PT GPI.
Muhammad Yamin menegaskan, dan memang banyak masalah yang menjadi penyebab dari pada keterlambatan realisasi dan pembukaan lahan tersebut. Yang pertama, masalah kondisi lahan yang terdiri dari rawa, sehingga sangat menyulitkan dan akan menyebabkan biaya operasional yang sangat tinggi dalam pembukaan dan pemeliharaan kebun sawit tersebut.
" Dan serta dinilai pertumbuhan tanaman sawit tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Yang kedua, persoalan tumpang tindihnya data masyarakat dalam CPCL, yang terdaftar di KUD dan atas klaim masyarakat," bebernya.
Namun, kami dari Komisi II tetap merekomendasikan kepada pihak PT GPI (Ghutrie Pecconinna Indonesia) agar tetap menuntaskan persoalan kewajiban perusahaan terhadap masyarakat tersebut, agar tidak berlarut larut menjadi masalah yang bergulir berkepanjangan, apapun caranya dan bagaimanapun tekhnisnya.
" Perusahaan harus dapat merealisasikan kewajibannya, paling lambat pada tahun 2021 ini sudah dilakukan. Dan mudah-mudahan langkah yang kita ambil, dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang berada diarea operasinya PT GPI," tegasnya(hsm)