masukkan script iklan disini
LAHAT – Informasi untuk memulai segala aktivitas yang dilakukan dan hebatnya konstitusi yang memberi jaminan bagi warga untuk mendapat hak memperoleh informasi yang diatur di Pasal 28 F UUD 1945. Aturan dasar hak sosial ini dituang lebih rigid dalam UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dalam filosofi dasar yang ingin dibangun undang-undang ini adalah informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta bagian penting bagi ketahanan Nasional.
Untuk kontek Negara yang dilaksanakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sebagai pejabat publik melekat wewenang, hak dan kewajiban secara Administrasi.
Salah satunya yakni wajib melaksanakan dan mentaati aturan perundang-undang yang ada. Dalam hal ini termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lahat yang enggan memberikan dokumen lingkungan berupa Rekomendasi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) perusahaan yang beroperasi di wilayah Lahat melalui surat Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lahat No. 660/461/DLH tanggal 8 April 2020 yang ditanda tangani oleh Ir. Agus Salman, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lahat atas Permohonan Data Publik PLANTARI No. 003/PLANTARI/IP/III/2020 tanggal 26 Maret 2020.
Dalam jawaban surat kepala Dinas Lingkungan Hidup telah mengabaikan hakikat Undang –undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dengan diterbitkan aturan ini bahwa setiap warga berhak memperoleh informasi yang merupakan hak asasi manusia. Di era sekarang keterbukaan informasi publik bukan lagi barang yang bisa ditutupi, disimpan, dan tidak bisa diakses publik.
Dokumen Lingkungan SPPL sebagai dokumen publik seharus bisa diakses oleh setiap orang karena jelas aturanya. Pejabat publik yang taat aturan berarti pejabat yang memberi pelayanan yang bagi warga sebagai bentuk terciptanya negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, ungkap Sanderson pada Senin (21/04)
Dalam jawaban penolakan pemberian data sangat kurang relevan dan tidak mempertimbangkan serta melihat kepentingan yang lebih besar jika dipersulit dan tertutupnya akses informasi terhadap dokumen lingkungan SPPL yang dipegang DLH. Kita paham dan mengalami sendiri dampak dari masalah-masalah lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Lahat yang secara langsung mempengaruhi hidup dan kehidupan warganya, banjir, tanah longsong, pencemaran udara, konflik sosial akibat tambang baik dari perusahaan, masyarakat dan pemerintah Daerah. Hampir tiap hari kita baca media, terkait masalah lingkungan dalam arti luas. Namun sejauh ini langkah kongkrit dari pemerintah daerah belum jelas dan terkesan mencari kambing hitam dari pokok permasalahan dampak pertambangan khususnya di Kabupaten Lahat.
Diakui Sanderson, warga sering disuguhi informasi data yang simpang siur baik dari DLH, Dinas Pertambangan, dan audit BPK terkait IUP, dana reklamasi tambang, Dokumen Amdal/UKL/UPL wilayah RTRW, dan upaya hukum yang sudah dilakukan. Undang-undang keterbukaan informasi ini seyogyanya sebagai sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Ini yang seharusnya dibangun oleh pajabat publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lahat melalui Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lahat dan ditampilkan melalui website agar jangan saling menyalahkan, lempar tanggungjawab, mencoba menutupi masalah lingkungan yang krusial akibat tambang batubara dan lainnya. Sudah saatnya menjadi pejabat publik yang mengabadi pada warganya karena amanah jabatan yang dipegang bukan mengabadi karena ada tekanan oknum partai politik, pengusaha, birokrat, anggota dewan dan sebagainnya, ujar Sanderson Syafe’i, ST. SH Ketua PLANTARI di Kantornya bilangan Bandar Jaya.
Sanderson menjelaskan, dalam sistem pengelolaan informasi publik berpijak pada satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi, dimana masyarakat peduli dengan memuaskan. Inh.
Dalam filosofi dasar yang ingin dibangun undang-undang ini adalah informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta bagian penting bagi ketahanan Nasional.
Untuk kontek Negara yang dilaksanakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sebagai pejabat publik melekat wewenang, hak dan kewajiban secara Administrasi.
Salah satunya yakni wajib melaksanakan dan mentaati aturan perundang-undang yang ada. Dalam hal ini termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lahat yang enggan memberikan dokumen lingkungan berupa Rekomendasi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) perusahaan yang beroperasi di wilayah Lahat melalui surat Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lahat No. 660/461/DLH tanggal 8 April 2020 yang ditanda tangani oleh Ir. Agus Salman, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lahat atas Permohonan Data Publik PLANTARI No. 003/PLANTARI/IP/III/2020 tanggal 26 Maret 2020.
Dalam jawaban surat kepala Dinas Lingkungan Hidup telah mengabaikan hakikat Undang –undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dengan diterbitkan aturan ini bahwa setiap warga berhak memperoleh informasi yang merupakan hak asasi manusia. Di era sekarang keterbukaan informasi publik bukan lagi barang yang bisa ditutupi, disimpan, dan tidak bisa diakses publik.
Dokumen Lingkungan SPPL sebagai dokumen publik seharus bisa diakses oleh setiap orang karena jelas aturanya. Pejabat publik yang taat aturan berarti pejabat yang memberi pelayanan yang bagi warga sebagai bentuk terciptanya negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, ungkap Sanderson pada Senin (21/04)
Dalam jawaban penolakan pemberian data sangat kurang relevan dan tidak mempertimbangkan serta melihat kepentingan yang lebih besar jika dipersulit dan tertutupnya akses informasi terhadap dokumen lingkungan SPPL yang dipegang DLH. Kita paham dan mengalami sendiri dampak dari masalah-masalah lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Lahat yang secara langsung mempengaruhi hidup dan kehidupan warganya, banjir, tanah longsong, pencemaran udara, konflik sosial akibat tambang baik dari perusahaan, masyarakat dan pemerintah Daerah. Hampir tiap hari kita baca media, terkait masalah lingkungan dalam arti luas. Namun sejauh ini langkah kongkrit dari pemerintah daerah belum jelas dan terkesan mencari kambing hitam dari pokok permasalahan dampak pertambangan khususnya di Kabupaten Lahat.
Diakui Sanderson, warga sering disuguhi informasi data yang simpang siur baik dari DLH, Dinas Pertambangan, dan audit BPK terkait IUP, dana reklamasi tambang, Dokumen Amdal/UKL/UPL wilayah RTRW, dan upaya hukum yang sudah dilakukan. Undang-undang keterbukaan informasi ini seyogyanya sebagai sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Ini yang seharusnya dibangun oleh pajabat publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lahat melalui Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lahat dan ditampilkan melalui website agar jangan saling menyalahkan, lempar tanggungjawab, mencoba menutupi masalah lingkungan yang krusial akibat tambang batubara dan lainnya. Sudah saatnya menjadi pejabat publik yang mengabadi pada warganya karena amanah jabatan yang dipegang bukan mengabadi karena ada tekanan oknum partai politik, pengusaha, birokrat, anggota dewan dan sebagainnya, ujar Sanderson Syafe’i, ST. SH Ketua PLANTARI di Kantornya bilangan Bandar Jaya.
Sanderson menjelaskan, dalam sistem pengelolaan informasi publik berpijak pada satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi, dimana masyarakat peduli dengan memuaskan. Inh.