masukkan script iklan disini
Sebagaimana kita ketahui bersama sejak ditetapkannya 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional sampai dengan saat ini 2 Oktober 2019 telah 10 tahun kita memperingatinya. Hal tersebut merujuk pada sejarah penetapan batik menjadi Warisan Budaya Dunia Tak Benda yang diselenggarakan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah di Abu Dhabi. Pemerintah pun melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan himbauan Nomor 110505/A.A6.2/TU/2019 tentang Peringatan Hari Batik Tahun 2019. Tak terkecuali sekolah/madrasah di seluruh Indonesia dihimbau untuk mengenakan pakaian batik, menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan mempromosikan batik, seperti pameran, peragaan busana, lomba membatik teknik canting, sampai menghias gedung instansi bernuansa batik selama lima hari terhitung dari tanggal 30 September s.d. 5 Oktober 2019. Tentu himbauan ini bertujuan mengingatkan sekaligus ajakan melestarikan batik sebagai kekayaan dan warisan budaya Indonesia.
Mengenal Sejarah Batik Indonesia
Batik merupakan kebudayaan khas bangsa Indonesia yang sudah ada sejak lama dari kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Secara historis dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan masa kerajaan Mataram, kemudian dilanjutkan masa kerajaan Solo dan Yogyakarta yang hanya ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik didominasi oleh bentuk binatang dan tanaman. Dalam perkembangannya batik mengalami penyempurnaan dari corak binatang dan tanaman beralih motif abstrak menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
Sejarah batik yang tepat tidak dapat dipastikan tetapi artifak batik berusia lebih 2000 tahun pernah ditemukan. Namun demikian, dari manapun asalnya hasil seni ini telah menjadi warisan kebudayaan dunia. Jenis corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang beragam. Khas budaya bangsa Indonesia yang kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri. Dalam sumber lain disebutkan pemakaian batik sebagai busana tradisional mempunyai sejarah yang lama mulai dari zaman awal Tamadun Melayu. Dipakai oleh semua golongan, dari raja ke bangsawan sampai rakyat jelata, batik menzahirkan dirinya sebagai seni asli yang praktikal dan popular. Dalam tradisi penulisan kain cindai misalnya disebut dalam banyak hikayat-hikayat silam. Batik menjadi hadiah perpisahan dan perlambangan cinta dalam hikayat Malim Demam dan dijadikan sebagai tanda penganugerahan derajat dalam Hikayat Hang Tuah, dan masih banyak cerita lainnya.
Sselanjutnya, kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dahulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri, sedangkan bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbu-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri dari pohon mengkudu, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Kini batik menjadi pakaian tradisional bahkan kebanggaan mahakarya bangsa Indonesia.
Melestarikan 34 Mahakarya Batik Indonesia
Pada mulanya membatik merupakan tradisi turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenal berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Hingga saat ini beberapa motif batik tradisonal hanya dipakai keluarga keraton Yogyakarta atau keraton Surakarta. Namun kini membatik menjadi pekerjaan sebagian warga di manapun berada, bukan lagi terpusat di Jawa, termasuk di kota pempek Palembang Sumatera Selatan. Membatik menjadi salah satu cara pembuatan bahan-bahan kain. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal, yakni pertama teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno berguna untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain yang dikenal dengan wax-resist dyeing. Kedua kain atau busana adalah bahan-bahan yang dibuat dengan teknik tertentu, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait. Batik juga termasuk jenis kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian budaya Indonesia, khususnya Jawa dari sejak lama sampai zaman revolusi industri 4.0.
Perempuan Jawa di masa lalu menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif bagi kaum perempuan. Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, berbagai batik jenis baru muncul, dikenal sebagai Batik Cap dan Batik Cetak. Mata pencaharian yang kemudian memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang tersebut. Pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak Mega Mendung dari Cirebon. Beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik sudah lazim dilakukan oleh kaum lelaki. Sementara motif batik tradisional lainnya yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam yang disebut Batik Tulis.
Hingga saat ini lebih dari 34 motif batik yang ada di Indonesia. Paling tidak setiap provinsi memiliki motif batik tersendiri, sebut saja provinsi Sumatera Selatan dengan Batik Palembang. Batik ini memiliki keunggulan yang tak kalah menarik dari batik lain di Indonesia. Batik Palembang memiliki motif yang mengikuti syariat Islam, yaitu tidak menggunakan gambar binatang dan manusia sebagai hiasan. Sebagian besar motif batik Palembang adalah motif bunga teh dan motif lasem yang dihiasi garis simetris dan berbagai simbol tanaman, sedangkan motif bunga teh kainnya dipenuhi dengan gambar bunga teh. Untuk pewarnaan menggunakan warna cerah khas Melayu, seperti merah, kuning dan hijau terang bahkan keemasan (bersumber www.jatikom.com).
Ternyata bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kalinya. Akhirnya dunia pun mengakui bahwa batik merupakan mahakarya Indonesia sebagai warisan budaya tak bendawi. Pengakuan UNESCO itu diberikan karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam. Penghargaan itu diberikan karena pemerintah dan rakyat Indonesia yang dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya secara turun-menurun, seperti “wajib” pakaian batik mulai instansi pemerintahan sampai tingkat sekolah, acara kenegaraan atau resmi, sampai pernikahan menggunakan seragam batik. Hal ini sebagai bentuk apresiasi, kebanggaan, dan uapaya pelestarian kita bersama terhadap mahakarya batik Indonesia. Mari kita membiasakan memakai batik daerah dan nasional.
Artikel ini Oleh: Husnil Kirom, M.Pd.Pendidik di SMP Negeri 1 Indralaya Utara
Redaksi.www.dutasumsel.com