• Jelajahi

    Copyright © Duta Sumsel
    Best Viral Premium Blogger Templates

    TUAH BACK TO PMPKn

    Selasa, 17 September 2019, September 17, 2019 WIB Last Updated 2019-09-16T23:46:48Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Artikel.dutasumsel.com.Tulisan ini sengaja membahas tentang wacana penyempurnaan substansi kurikulum atau mata pelajaran PPKn dengan tujuan membumikan kembali pendidikan moral dan nilai Pancasila di bumi pertiwi. Berdasarkan informasi yang dirilis Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui lamanwww.kemdikbud.go.id dalam Siaran Pers Nomor: 294/Sipres/A5.3/IX/2019 tanggal 14 September 2019 yang lalu tentang Simposium Nasional Penanaman Nilai Pancasila oleh Kemdikbud di Kota Malang Provinsi Jawa Timur telah menghasilkan empat rumusan rekomendasi untuk memperkuat kembali mata pelajaran PPKn di persekolahan. Adapun empat rekomendasi yang telah dihasilkan, yakni: (1) Intensitas penanaman dan pemantapan nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak bangsa perlu dilakukan di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan; (2) Implementasi penanaman dan pemantapan nilai Pancasila dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman, penghayatan, penciptaan suasana, pembiasaan, apresiasi dan keteladanan; (3) Pemantapan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dilakukan melalui penguatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek nilai, sikap, dan perilaku; serta (4) Pendidikan dan pelatihan guru lebih menekankan pada pengembangan kiat-kiat dan praktik baik internalisasi nilai Pancasila pada semua mata pelajaran.
    Sebagaimana disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Muhadjir Effendy saat menutup Simposium Nasional secara resmi di Kota Malang Provinsi Jawa Timur, pada hari Sabtu tanggal 14 September 2019 bahwa “Penanaman nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak atau karakter bangsa adalah penting. Oleh karena itu, seluruh satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam penanaman nilai Pancasila sedini mungkin”. Masih menurut Mendikbud, Mata pelajaran PPKn belum memiliki dampak besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini disebabkan belum adanya implementasi penanaman nilai-nilai Pancasila secara konkret di sekolah, melainkan hanya sebatas pengetahuan semata. Beliau berpendapat “Oleh karena itu, dibutuhkan mata pelajaran yang memiliki posisi sebagai pemandu terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang ada di satuan pendidikan, termasuk pembelajaran yang ada di masyarakat maupun keluarga”. Strategi pembelajaran Pancasila tersebut akan diarahkan untuk lebih banyak memberikan contoh mengenai penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dari informasi yang disampaikan Mendikbud pada acara tersebut bahwa “Kemdikbud telah melatih sebanyak 1.028 guru pendidikan dasar dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Saya harap guru-guru itu bisa, metode pengajarannya dari sebelumnya berorientasi pada pengetahuan pada jenjang pendidikan dasar menjadi penerapan nilai Pancasila,” ujar Mendikbud. Lebih lanjut Mendikbud mengatakan bahwa akan melakukan pengkajian mendalam mengenai kemungkinan terjadinya pemisahan mata pelajaran Pancasila dengan Kewarganegaraan. “Judul mata pelajaran kita sekarang itu PPKn dan ada di dalam Peraturan Pemerintah. Setelah kita evaluasi ketika materi Pancasila itu dijadikan satu dengan Kewarganegaraan, maka kemudian pembobotan Pancasila itu lebih kepada pengetahuan. Padahal maksud dari mata pelajaran atau tema Pancasila bukan pengetahuan melainkan penanaman nilai. Ini sedang kita kaji lebih dalam lagi”, terang Mendikbud. Pada kesempatan ini, Mendikbud juga menitipkan kepada para pendidik dan tenaga kependidikan yang mengikuti kegiatan tersebut untuk memperhatikan penggunaan alat komunikasi untuk mengakses dunia maya. “Guru juga harus berperan sebagai penjaga gawang, sebagai penyaring informasi mana yang harus dia pakai dan mana yang harus dijauhi. Jadi intinya di era digital ini, guru dituntut untuk terampil menggunakan teknologi informasi sebagai wahana pembelajaran, tetapi juga harus pandai betul memilih dan memilah konten-konten yang ada di dalam berbagai macam sumber informasi terutama yang berasal dari dunia maya”, demikian pesan Mendikbud.
    Masih dalam kegiatan yang sama, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Bapak Supriano menambahkan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud sudah menyiapkan 1.200 guru yang sudah diberikan Training of Trainers (ToT) yang diintegrasikan dengan kebijakan Kemendikbud di mana pelatihan ini akan berbasis zona. “Nanti ini akan dimasukkan ke dalam penguatan kompetensi pembelajaran di semua bidang termasuk di sana ada Pancasila. Ke depannya akan kita atur bahwa semua mata pelajaran harus ada muatan Pancasila. Mulai dari yang sederhana saja dulu,misalnya gotong royong. Jadi langsung dipraktikkan bukan hanya pengetahuan”, jelasnya. Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Malang, Bapak Ibrahim Bafadal secara langsung menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan Kemdikbud ini. Hal tersebut penting dilakukan, karena menurutnya pada hakikat pendidikan adalah untuk menumbuhkembangkan watak, intelektualitas dan jasmani sehingga tidak ada pendidikan tanpa pembentukan watak di dalamnya. Menurutnya “saat ini terjadi pertengkaran antarsuku, perundungan antarsiswa, geng motor pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu dengan karakter anak-anak kita. Padahal karakter anak kita akan menentukan watak bangsa yang akan datang dan watak bangsa ini adalah kehidupan. Kalau anak-anak muda kita ini wataknya baik, secara proyektif maka masa depan bangsa kita akan baik. Tetap sebaliknya, apabila karakter anak-anak kita tidak bagus maka ke depan watak bangsa kita juga tidak baik sehingga ada kata-kata karakter adalah sebuah kehidupan”, pungkas Ibrahim. Kegiatan tersebut dihadiri Plt. Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Bapak, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, jajaran pejabat Kemdikbud, guru-guru PPKn peserta simposium.
    Bongkar Pasang Kurikulum PPKn
    Perkembangan mata pelajaran PPKn sejak diberlakukannya Kurikulum 1946 sampai denganKurikulum 2013 saat ini telah mengalami pasang surut dalam hal penekanan Pendidikan Moral dan Nilai Pancasila. Dalam Winataputra (2006) disebutkan bahwa “perkembangan dari awal mata pelajaran ini diberlakukan dalam pembelajaran wajib di persekolahan, yakni pada tahun 1946 mapel dikenal dengan nama Pengetahuan Umum (Kewargaan Negara dan IPS), lalu tahun 1957 berubah nama menjadi Kewarganegaraan, di tahun 1961 lebih dikenal dengan nama Civic dengan ciri khusus orde lama dan tahun 1966 dengan nama sama Civickondisi orde baru. Pada tahun 1970 mapel bernama Kewarganegaraan, lalu di tahun 1975 dikenal dengan Pendidikan Moral Pancasila berdasarkan TAP MPR No.4/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4). Barulah tahun 1984 mapel ini dinamakan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dengan substansi Pancasila sebagai isi pokoknya. Berikutnya diberlakukannya Kurikulum 1994 dengan Suplemen GBPP 1999 mapel lebih dikenal dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
    Kemudian pada tahun 2004 saat Kurikulum Berbasis Kompetensi diberlakukan nama mata pelajaran ini pun berganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Saat KBK disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 mata pelajaran ini ikut disempurnakan dengan nama yang sama Pendidikan Kewarganegaraan namun ditambahkan Paradigma Baru berdasarkan KTSP). Sepuluh tahun kemudian tepatnya di tahun 2013 mata pelajaran ini kembali ke nama sebelumnya, yakni PPKn sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan ciri Saintifik. Sempat diisukan akan berganti menjadi Kurikulum Nasional di tahun 2016, namun sampai dengan saat ini nama mata pelajaran belum berganti dalam kurikulum masih dinamakan PPKn berbasis karakter”. Sedemikian panjang sejarah perjalanan mapel ini dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang. Bahkan bisa dikatakan substansi dan nama mapel PPKn selalu identik dengan masa pemerintahan yang sedang berkuasa. Akan tetapi tujuan akhir mapel ini masih sama untuk mewujudkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dan cerdas “good and smart citizenship” dengan menguasai kompetensi utama civic knowledgecivic skillcivic responsibility, dan civic dispositions. Secara praktis apapun, siapapun, dimanapun, kapanpun PMPKn diberlakukan kembali sebagai pendidik kami selalu siap asalkan membawa perubahan watak bangsa dan kebaikan untuk Indonesia tercinta.
    Pengarusutamaan Moral dan Nilai Pancasila Melalui PMPKn
    Hasil penelitian dipaparkan dalam Simposium diperoleh data perilaku kekerasan terhadap pelajar, yaitu siswa mengalami kekerasan di sekolah (84%), siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah (75%), siswa laki-laki menyebutkan guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan (45%), siswa perempuan  menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan (22%), dan siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman (40%). Hal tersebut mengindikasikan terjadinya degradasi moral bangsa.
    Menuruthttp://kbbi.web.id/karakter bahwa“karakter atau watak adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, ahlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter terbentuk sebagai hasil dari olah hati, olah pikir, olah rasa/karsa, dan olah raga. Karakter menjadi  faktor terpenting dalam keberhassilan hidup seseorang. Dari hasil penelitian di Harvard University menyimpulkan “kesuksesan seseorang itu disumbang 20% oleh hard skill  berupa pengetahuan dan kemampuan teknis, sedangkan 80% adalah soft skillberupa kepribadian, watak, tabiat, ahlak, sikap, perilaku” (Ibrahim Akbar dalam Atok, 2019). Pada hakekatnya pendidikan itu adalah untuk membentuk karakter. Tujuan pendidikan nasional kita sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional Pasal 3 adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak (Ki Hajar Dewantara). Karakter tidak hanya melakukan transfer of valuetetapi  harus menanamkan kebiasaan yang baik sampai menjadi karakter individu yang akan turut membentuk identitas pribadiNilai Karakter tidak diajarkan tapi dikembangkan. Dengan kata lain value is neither cought nor taught, it is learned. Membangun karakter membutuhkan proses yang panjang dan tidak mengenal kata akhir atau never ending process.Membanggun karakter ibarat melukis di atas batu bukan melukis di atas air.
    Menanamkan pendidikan moral dan nilai Pancasila adalah sebuah upaya membangun karakter bangsa Indonesia. Sebagaimana menanam sesuatu, maka langkah pertama adalah memilih benih yang baik untuk ditanam. Nilai-nilai utama Pancasila yang mau ditanamkan kepada siswa haruslah dielaborasi terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Nilai-nilai Pancasila apa saja yang mau ditanamkan, semisal beragama secara beradab, menegakkan HAM pada konteks lokal, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, bedemokrasi secara hikmat dan bijaksana, menjunjung tinggi keadilan dengan tetap bertumpu pada kesejahteraan bersama, dan sebagainya. Ibarat menanam sesuatu, harus dilakukan pembersihan terhadap rumput-rumput liar yang mengganggu dan hama yang mengancam.
    Beberapa kesalah fahaman terhadap Pancasila yang perlu dihindari juga perlu dijadikan muatan materi. Cukup banyak kesalahfahaman terhadap Pancasila yang perlu disamakan persepsi sebelum Pancasila itu ditanamkan kepada siswa. Dengan demikian yang tumbuh dan berbuah betul-betul pohon Pancasila yang sebenarnya. Disamping pembersihan terhadap rumput dan hama, perlu juga dilakukan pemupukan melalui pendekatan dam pembelajaran yang tepat, pembelajaran yang dapat mengajak siswa menggali dan kemudian menanam kembali “biji” Pancasila itu dalam sanubari. Pancasila adalah kepribadian bangsa yang nilai-nilainya sejatinya telah melekat dan menyatu secara instrinsik dalam pribadi-pribadi dan menjadi karakter dari setiap warga bangsa. Sebagai kepribadian, nilai-nilai Pancasila akan selalu teraktualisasikan secara otomatis dalam kehidupan nyata sehari-hari sehingga tahu atau tidak tahu tentang Pancasila mereka sejatinya telah bersikap dan berperilaku Pancasilais, tentu dengan kadar yang tidak mesti sama. Meski demkian, upaya untuk lebih menanamkan nilai
    Pancasila sebagai karakter dan kepribadian bangsa Indonesia harus terus dilakukan. Rendahnya pemahaman terhadap Pancasila di kalangan siswa perlu mendapatkan penanganan serius. Sebab meskipun telah  melekat dalam kepribadian, nilai-nilai karakter bangsa yang telah diformulasikan dalam Pancasila perlu dikalukan reinternalisasi dan reaktulasisasi secara terus menerus agar terus menjadi energi kehidupan yang larut dalam keyakinan, watak, dan kepribadian bangsa. Penanaman nilai Pancasila yang kuat pada kalangan siswa harus dapat menghindari terjadinya “salah paham” terhadap Pancasila. Kesalahpahaman terhadap Pancasila bisa berakibat kesalahan aktualisasi, bahkan berakibat resistensi atau penolakan.Upaya memperkuat penanaman nilai Pancasila haruslah diarahkan untuk menghilangkan berbagai kesalahpahaman di atas. Adanya pemahaman yang benar terhadap Pancasila akan memperkuat komitmen generasi muda terhadap Pancasila. Jika kesalahpahaman terhadap Pancasila masih menghantui generasi muda bisa jadi akan berujung melunturnya komitmen, atau bahkan resistensi dan penolakan secara masif di kalangan generasi muda terhadap Pancasila. Jalur pendidikan adalah jalur utama yang strategis untuk memperkuat penanaman nilai Pancasila kepada para siswa. Karena itu Pendidikan Pancasila menjadi matapelajaran wajib bagi seluruh jenjang pendidikan mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Keberadaan Pendidikan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional memang mengalami dinamika dengan nama dan muatan materi yang dinamis dari kurikulum ke kurikulum sesuai dengan perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat dan negara. Masih terdapat kesan yang  kuat bahwa nilai dan moral Pancasila sudah tidak lagi diajarkan di sekolah.
    Upaya penanaman nilai-nilai Pancasila melalui jalur pendidikan sampai dengan sebelum lahirnya Kurikulum 2013 memang lebih cenderung menggunakan pendekatan kognitif-normatif sehingga pemahaman siswa/mahasiswa tentang nilai-nilai Pancasila lebih bersifat verbal. Dalam Kurikulum 2013 yang kemudian disempurnakan tahun 2016 Kurikulum PPKn lebih menekankan pada sikap-sikap personal-individual, moral dan perilaku sosial sebagai disposisi dan nilai-nilai bersama dari warga negara dalam kehidupan bersama yang menghargai hak-hak asasi manusia dan demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari rumusan  kompetensi dasar yang menjadi dasar pengembangan materinya. Dari segi pendekatan dan metode pembelajaran, dengan digunakannya  pendekatan  ilmiah(scientific approach) mendorong siswa untuk berpikir induktif sehingga aktif serta kritis dalam melakukan analisis. Apalagi dalam pembelajaran PPKn tidak lagi berangkat dari konsep atau norma melainkan berangkat dari fakta yang diperoleh melalui hasil pengamatan.
    Penanaman nilai-nilai Pancasila menuntut adanya pendekatan dengan melakukan penggalian dan elaborasi terhadap praktek-praktek kehidupan dalam masyarakat yang merupakan aktualisasi dari nilai-nilai Pancasila. Sehingga Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai konsep dan norma, melainkan sebagai perilaku nyata sehari-hari. Pancasila in action. Dalam hal ini guru dituntut untuk membimbing para siswa melakukan penggalian ulang nilai-nilai Pancasila yang hidup dan berkembang dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari. Hasil penggalian ulang itu selanjutnya diinfuskan kembali sehingga menjadi energi positif yang larut dan mengalir dalam darah kehidupan siswa sehari-hari. Penggalian ulang itu tentu dilakukan secara konstekstual terhadap perilaku-perilaku positif yang betul-betul menggambarkan aktulaisasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila in action dengan pendekatan kontekstual positif tersebut akan mampu memperkuat pemahaman Pancasila bagi siswa. Model penanaman nilai-nilai Pancasila demikian itu amat tepat digunakan dalam berbagai program pendidikan dan latihan bertujuan untuk memperkuat pemahaman Pancasila di luar persekolahan, seperti Proyek Kewarganegaraan, Jambore Kebangsaan, dan sebagainya.
    Upaya untuk memperkuat pemehaman Pancasila generasi muda tidak cukup hanya dilakukan melalui jalur pendidikan. Upaya itu harus dilakukan secara simultan melalui berbagai jalur. Upaya memperkuat pemahaman Pancasila generasi muda harus menjadi program dari semua instansi atau lembaga pemerintah yang terkait. Sebab de-Pancasilaisasi itu lebih banyak terjadi diluar dunia pendidikan. Untuk itu perlu ada kebijakan dengan regulasi yang kuat dan mengikat yang mendukung diadakannya program “penguatan pemahaman Pancasila dan karakter kebangsaan” bagi generasi muda pada umumnya. Upaya pembangunan karakter bangsa melalui  penanaman nilai Pancasila perlu dilakukan secara simultan melalui berbagai jalur selain jalur pendidikan, sebab fenomena sosial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sebagian besar terjadi di luar lingkungan sekolah. Jika di luar sekolah tidak dilakukan pembenahan secara serius, maka ibarat menebar benih yang unggul di ladang yang tandus, meskipun disertai pupuk yang baik dan obat hama yang mujarab tentu tidak banyak yang bisa diharapkan. Pengarusutamaan pendidikan moral dan nilai Pancasila lintas generasi melalui wacana pemberlakuan mapel baru PMPKn dengan memisahkan substansi Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan ini diharapkan dapat membongkar mental block dan membangun watak generasi penerus bangsa Indonesia lebih baik.

    Penulis Artikel Husnil Kirom, M.Pd
    Guru SMP Negeri 1 Indralaya Utara
    Redaksi.www.dutasumsel.com
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini