masukkan script iklan disini
Dutasumsel.com.INDRALAYA, -- Rapat fasilitasi sengketa lahan PTPN VII Cinta Manis dengan masyarakat Desa Betung, Kecamatan Lubuk Keliat, Ogan Ilir berlangsung di Ruang Bina Praja, Pemprov Sumsel, di Palembang, Rabu (11/9/19).",Kali ini, kedua belah pihak yang diminta menunjukkan bukti otentik penguasaan lahan yang disengketakan memenuhi komitmennya.
Dalam rapat yang dipimpin Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemprov Sumsel Edwar Chandra dan dihadiri beberapa pihak terkait, kedua belah pihak mengeluarkan dokumen. Pihak PTPN VII yang diwakili Ari Askari, General Manager Distrik Cinta Manis membeber sejumlah data arsip tahun 1982 dan 1983 saat lahan Hak Guna Usaha (HGU) itu didapatkan.
didampingi Abdul Hamid, Asisten Kepala SDM dan Umum PG Cinta Manis. Sedangkan dari pihak masyarakat Betung, diwakili oleh Aswin, Dedi Krisna, dan Ganda yang mengatas namakan Gerakan Tani Sumatera Selatan.
“Kami membawa arsip lengkap. Ada daftar ganti rugi lahan yang ditanda tangani penerima, plus foto saat orangnya menerima. Ada rincian siapa saja yang mendapat ganti rugi. Ada bukti pembebasan Tanah Marga yang divalidasi pejabat terkait atau tim 9, yang juga diketahui dan ditanda tangani Bupati OKI saat itu Pak Yusuf Halim (saat itu Kabupaten OI belum dimekarkan dari OKI),” katanya Ari Askari.
Kepemilikan lahan HGU ini disengketakan oleh masyarakat empat desa di sekitar perusahaan. Yakni, masyarakat Desa Betung I, Desa Lubuk Keliat, Desa Rengas, dan Desa Sunur. Mereka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tiga perwakilannya, mengklaim lahan tersebut atas dasar surat pernyataan dari Abidi Syarifudin, seorang mantan kerio (kepala dusun zaman dulu) dan empat orang tokoh setempat.
Rapat yang berlangsung sampai malam itu disudahi dengan kesimpulan sementara. Yakni, kedua belah pihak menunggu hasil penentuan peta koordinat yang sedang dikerjakan oleh Pemkab Ogan Ilir hingga tangga 25 september 2019.
“Awalnya, pimpinan rapat dan pihak masyarakat mendesak agar selama menunggu sampai hasil penentuan peta kordinat itu selesai, kami (PTPN VII) tidak boleh beraktifitas di lahan itu. Tetapi, tentu saja kami keberatan. Sebab, secara de facto dan de jure, lahan itu memang dalam penguasaan kami,” kata Ari Askari.
Tentang bukti-bukti yang dibawa, Ari Askari menyatakan tidak ada rekayasa dari yang dibawa pada rapat itu. Ia menunjukkan bukti-bukti otentik, lengkap dengan nama-nama yang dibubuhi tanda tangan para pejabat Pemkab OKI dan para Pesirah yang saat itu menjabat.
Lanjutnya, Ari menyebutkan, pihak-pihak yang menanda tangani adalah R. Zulkifli Kadir (Kabag Pemerintahan OKI), Harun Arrasyid, SH. (Kabag Hukum OKI), Suhaimi R (Kepala IPEDA OKI), Mardan Agustjik BIC (Kadis PU). Lalu, Ir. Slamet Wirawan (Wakil dari PTP XXI-XXII, saat itu belum berubah menjadi PTPN VII), Camat Tanjung Batu A. Zainal Abidin, BA, dan Sulaini Manaf.
Selain itu, beberapa Pesirah (kepala marga zaman dulu) juga ikut hadir dan menanda tangani. Antara lain Kirom, Pesirah Meranjat; Mansyur Wahid, Pesirah Tanjung Batu; Sehan Akuan, Pesirah Lubuk Keliat; A. Rifai, Pesirah Rambang, dan beberapa tokoh formal maupun informal lain.
Meskipun bukti-bukti hukum otentik dimiliki PTPN VII, Ari Askari menghormati pihak Pemprov Sumsel dan Pemkab Ogan Ilir yang mengakomodasi permintaan warganya dalam masalah ini. Namun demikian, ia yakin pemerintah tidak akan mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum formal.
“Sebagai bapak bagi masyarakat, Pemprov Sumsel dan Pemkab OI sudah benar. Yakni, mendengarkan suara rakyatnya. Tetapi, keputusannya kan harus berdasarkan kebenaran formal. Jadi, kami percaya,” kata dia.
Tentang langkahnya ke depan, Ari menyatakan bahwa PTPN VII sebagai BUMN, atau perusahaan milik negara, berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi di tengah masyarakat. Kami, kata dia, akan lebih intensif bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk meraih kemaslahatan bersama.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemprov Sumsel Edwar Chandra mengapresiasi kedua belah pihak yang bersedia duduk satu meja untuk menjelaskan persoalan. Ia menekankan semua pihak untuk tidak membuat langkah di luar yang disepakati dalam rapat.
Ia juga mengapresiasi komitmen PTPN VII yang menyatakan ke depan akan lebih memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar. Keberadaan BUMN di lokasi Cinta Manis saat ini, kata dia, adalah aset negara dalam rangka memajukan wilayah terisolasi.
“Kalau nggak ada PTP (PTPN VII) masuk sana, mungkin sekarang masih hutan belukar dan jauh dari kemajuan. Tetapi, hendaknya masyarakat juga ikut menikmati, lah,”tutupnya HUMAS PTPN7.
Pewarta : Tim
Redaksi.www.dutasumsel.com
Dalam rapat yang dipimpin Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemprov Sumsel Edwar Chandra dan dihadiri beberapa pihak terkait, kedua belah pihak mengeluarkan dokumen. Pihak PTPN VII yang diwakili Ari Askari, General Manager Distrik Cinta Manis membeber sejumlah data arsip tahun 1982 dan 1983 saat lahan Hak Guna Usaha (HGU) itu didapatkan.
didampingi Abdul Hamid, Asisten Kepala SDM dan Umum PG Cinta Manis. Sedangkan dari pihak masyarakat Betung, diwakili oleh Aswin, Dedi Krisna, dan Ganda yang mengatas namakan Gerakan Tani Sumatera Selatan.
“Kami membawa arsip lengkap. Ada daftar ganti rugi lahan yang ditanda tangani penerima, plus foto saat orangnya menerima. Ada rincian siapa saja yang mendapat ganti rugi. Ada bukti pembebasan Tanah Marga yang divalidasi pejabat terkait atau tim 9, yang juga diketahui dan ditanda tangani Bupati OKI saat itu Pak Yusuf Halim (saat itu Kabupaten OI belum dimekarkan dari OKI),” katanya Ari Askari.
Kepemilikan lahan HGU ini disengketakan oleh masyarakat empat desa di sekitar perusahaan. Yakni, masyarakat Desa Betung I, Desa Lubuk Keliat, Desa Rengas, dan Desa Sunur. Mereka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tiga perwakilannya, mengklaim lahan tersebut atas dasar surat pernyataan dari Abidi Syarifudin, seorang mantan kerio (kepala dusun zaman dulu) dan empat orang tokoh setempat.
Rapat yang berlangsung sampai malam itu disudahi dengan kesimpulan sementara. Yakni, kedua belah pihak menunggu hasil penentuan peta koordinat yang sedang dikerjakan oleh Pemkab Ogan Ilir hingga tangga 25 september 2019.
“Awalnya, pimpinan rapat dan pihak masyarakat mendesak agar selama menunggu sampai hasil penentuan peta kordinat itu selesai, kami (PTPN VII) tidak boleh beraktifitas di lahan itu. Tetapi, tentu saja kami keberatan. Sebab, secara de facto dan de jure, lahan itu memang dalam penguasaan kami,” kata Ari Askari.
Tentang bukti-bukti yang dibawa, Ari Askari menyatakan tidak ada rekayasa dari yang dibawa pada rapat itu. Ia menunjukkan bukti-bukti otentik, lengkap dengan nama-nama yang dibubuhi tanda tangan para pejabat Pemkab OKI dan para Pesirah yang saat itu menjabat.
Lanjutnya, Ari menyebutkan, pihak-pihak yang menanda tangani adalah R. Zulkifli Kadir (Kabag Pemerintahan OKI), Harun Arrasyid, SH. (Kabag Hukum OKI), Suhaimi R (Kepala IPEDA OKI), Mardan Agustjik BIC (Kadis PU). Lalu, Ir. Slamet Wirawan (Wakil dari PTP XXI-XXII, saat itu belum berubah menjadi PTPN VII), Camat Tanjung Batu A. Zainal Abidin, BA, dan Sulaini Manaf.
Selain itu, beberapa Pesirah (kepala marga zaman dulu) juga ikut hadir dan menanda tangani. Antara lain Kirom, Pesirah Meranjat; Mansyur Wahid, Pesirah Tanjung Batu; Sehan Akuan, Pesirah Lubuk Keliat; A. Rifai, Pesirah Rambang, dan beberapa tokoh formal maupun informal lain.
Meskipun bukti-bukti hukum otentik dimiliki PTPN VII, Ari Askari menghormati pihak Pemprov Sumsel dan Pemkab Ogan Ilir yang mengakomodasi permintaan warganya dalam masalah ini. Namun demikian, ia yakin pemerintah tidak akan mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum formal.
“Sebagai bapak bagi masyarakat, Pemprov Sumsel dan Pemkab OI sudah benar. Yakni, mendengarkan suara rakyatnya. Tetapi, keputusannya kan harus berdasarkan kebenaran formal. Jadi, kami percaya,” kata dia.
Tentang langkahnya ke depan, Ari menyatakan bahwa PTPN VII sebagai BUMN, atau perusahaan milik negara, berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi di tengah masyarakat. Kami, kata dia, akan lebih intensif bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk meraih kemaslahatan bersama.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemprov Sumsel Edwar Chandra mengapresiasi kedua belah pihak yang bersedia duduk satu meja untuk menjelaskan persoalan. Ia menekankan semua pihak untuk tidak membuat langkah di luar yang disepakati dalam rapat.
Ia juga mengapresiasi komitmen PTPN VII yang menyatakan ke depan akan lebih memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar. Keberadaan BUMN di lokasi Cinta Manis saat ini, kata dia, adalah aset negara dalam rangka memajukan wilayah terisolasi.
“Kalau nggak ada PTP (PTPN VII) masuk sana, mungkin sekarang masih hutan belukar dan jauh dari kemajuan. Tetapi, hendaknya masyarakat juga ikut menikmati, lah,”tutupnya HUMAS PTPN7.
Pewarta : Tim
Redaksi.www.dutasumsel.com