• Jelajahi

    Copyright © Duta Sumsel
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Refleksi 74 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia MERAJUT KEBHINEKAAN MENGUATKAN WAWASAN KEBANGSAAN

    Jumat, 16 Agustus 2019, Agustus 16, 2019 WIB Last Updated 2019-08-16T02:29:39Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    HUSNIL KIROM.jpg


    Oleh : Husnil Kirom, S.Pd., M.Pd.
    (Guru SMP Negeri 1 Indralaya Utara/Dosen/Tutor/Pegiat PPK)
    “Indonesia merupakan negara besar yang penuh keberagaman. Wilayahnya terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Pulau Rote. Ribuan jumlah pulaunya dan berdiam penduduk dengan beragam suku, ras, agama, bahasa, budaya, adat istiadat, dan lainnya.”


    Keberagaman itu memunculkan banyaknya perbedaan dalam berbagai bidang kehidupan. 
    Keberagaman bangsa Indonesia merupakan salah satu kekayaan yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain di dunia. Meskipun demikian, Indonesia sejatinya mampu mempersatukan berbagai keberagaman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
    Keberagaman dalam hal ini sama artinya dengan kebhinekaan yang menjadi keniscayaan bahkan bonus yang ada di bumi nusantara. Kebhinekaan sebagai sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya hingga saat ini. Bagaimana sebaiknya merajut kebhinekaan melalui penguatan wawasan kebangsaan pasca pemilu?

    Menguatkan Kembali Nasionalisme sebagai Wawasan Kebangsaan Indonesia 
    Secara sederhana nasionalisme berarti paham kecintaan terhadap bangsa sendiri, seperti kecintaan warga negara terhadap bangsa Indonesia. Sebelum lebih lanjut membahas,nasionalisme,muncul,pertanyaan darimanakah kita mengenal Indonesia? Di dalam Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia yang terbit pada tahun 1850 nama Indonesia mula-mula diciptakan oleh James Logan seorang Antropolog Inggris yang tinggal dan bekerja di Singapura (Tilaar, 2004:112). Logan mengusulkan agar penduduk dan kebudayaan yang terbentang antara Benua Asia dengan Australia, lautan India dengan Pasifik diberikan nama kepulauan Indonesia, sedangkan pulau-pulau lain di lautan Pasifik, seperti Polinesia (banyak pulau), Mikronesia (pulau kecil), dan Melanesia (pulau hitam). Selanjutnya, pada tahun 1884 seorang ahli Antropologi Jerman,bernama,AdolfBastian memperkenalkan nama Indonesia dalam bukunya berjudul Indonesien, order die Insel des Malayischen Archipels yang diterbitkan tahun 1824-1889 di Jerman. Jadi, sebelum orang Indonesia menyadari dan mengenal nama Indonesia sendiri, para pakar ilmu pengetahuan Eropa telah mulai mengkaji bangsa-bangsa dan kebudayaan di kawasan tanah air kita ini. Hingga di kemudian hari nama Indonesia dipergunakan para pakar hukum Belanda, seperti C. Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, dan H. Kern dalam beberapa penelitiannya. Menurut Tilaar (2004:113) bahwa pertama kali nama Indonesia mulai dipopulerkan oleh cendekiawan Indonesia, yaitu G.S.S.J. Ratulangi untuk nama perusahaan asuransinya di Bandung, sedangkan Soekarno mengetahui nama Indonesia tersebut ketika beliau menjadi mahasiswa THS/ITB di Bandung pada tahun 1920an. Hal ini berarti sudah sejak lama Indonesia dikenal oleh bangsa lain di dunia yang menunjukkan keberadaan dan perkembangan nasionalisme Indonesia.

    Nasionalisme merupakan upaya untuk menjaga loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa. Nasionalisme bagian dari wawasan kebangsaan berfungsi sebagai pemersatu beragam suku bangsa dan budaya. Saat ini diperlukan tafsir baru nasionalisme sebagai kesadaran kolektif di tengah pola kehidupan baru yang mengglobal dan terbuka. Batas-batas fisik negara-bangsa yang terus mencair menyebabkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia sangat rentan terhadap serapan budaya global yang tidak seluruhnya sesuai tradisi negeri ini. Realisasi otonomi daerah yang kurang tepat akan memperlemah nilai dan kesadaran kolektif kebangsaan di bawah payung nasionalisme. Namun, sekali lagi bangsa Indonesia telah berhasil membentuk identitas nasional tak terbantahkan hingga kini, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Nasionalisme menjadi suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas populasi dengan tekad membentuk suatu bangsa yang aktual dan potensial (Tilaar, 2004) Kebhinnekaan bangsa Indonesia diakui bahkan dijadikan sebagai dasar perjuangan nasional permulaan abad ke-20. Berlanjut sampai pada integrasi nasional pun harus diwujudkan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebagai masyarakat majemuk tentu Indonesia memiliki potensi sumber konflik yang menyebabkan disintegrasi bangsa. Agar identitas bangsa Indonesia di mata dunia terkenal dengan bangsa yang majemuk tetapi satu dalam keanekaragaman suku, agama, ras, antargolongan yang berbeda dalam bingkai semboyan negara harus diwujudkan. Sangat perlu kita menguatkan kembali wawasan kebangsaan untuk menghilangkan segala perbedaan dan menciptakan persatuan Indonesia.
    "Merajut Kebhinekaan dalam Momentum Kemerdekaan RI Ke-74 Tahun"

    Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya gambaran dari kesatuan geopolitik dan geobudaya di Indonesia. Kebhinnekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan mata. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa berbeda dengan orang Palembang, Minang, Sunda, Dayak, Papua, dan lainnya. Ini saja menunjukkan kalau cara pandang kita tentang Indonesia berbeda. Jadi, tanpa kemauan untuk menerima dan menghargai kebhinnekaan, maka sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Kebhinekaan tidak terlepas dari multikulturalisme. Pendapat Azra dalam (Budimansyah, 2008) bahwa “multikulturalisme adalah landasan budaya terkait dengan pencapaian keadaban untuk mewujudkan kondisi demokratis suatu bangsa”. Multikulturalisme bermanfaat untuk membangun integrasi bangsa. Instrumen utama untuk memanfaatkan kondisi yang multikultural ini dapat ditempuh dengan memaksimalkan pendidikan multikultural. Tujuan pendidikan multikultural adalah menanamkan sikap simpatik, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda untuk mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan perbedaan etnik, ras, agama, budaya atau adat istiadat. "Semangat membangun kekuatan di seluruh bidang kehidupan, sehingga tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga diri, dan dihargai bangsa lain" (Mashadi, 2009). Pendiri negara juga telah berupaya membangun kesadaran/wawasan kebangsaan “Nasionalisme” sebelum Indonesia merdeka. Hal tersebut sejalan dengan program revolusi mental bangsa Indonesia yang dicanangkan pemerintah melalui program Penguatan Pendidikan Karakter.

    Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 ini patut disyukuri oleh seluruh komponen bangsa termasuk elit politik, sebab tanpa kemerdekaan mungkin kita masih terbelenggu, tidak sebebas dan sehebat sekarang ini. Tema kemerdekaan tahun ini adalah SDM Unggul Indonesia Maju dengan logo angka 74 yang bermakna sinergi, kolaborasi, inspirasi, dan semangat bekerja tiada henti untuk membangun negeri. Sementara tagline SDM Unggul Indonesia Maju menggambarkan visi pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Hal ini memiliki korelasi erat dengan peningkatan produktivitas kerja dalam berbagai bidang kehidupan. Sehingga mampu menciptakan SDM Indonesia yang terampil dan unggul serta berkontribusi membangun bangsa. Tentu momentum kemerdekaan RI ke-74 tahun ini diharapkan dapat merajut kembali kebhinekaan Indonesia yang sempat goyah akibat perbedaan pilihan dalam pemilu, pada akhirnya mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia kembali.

    PENULIS : Husnil Kirom, S.Pd. M.Pd.
    Instansi : SMP Negeri 1 Indralaya Utara
    Redaksi.www.dutasumsel.com
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini