• Jelajahi

    Copyright © Duta Sumsel
    Best Viral Premium Blogger Templates

    MENAKAR MPLS LEBIH MANUSIAWI BAGI GENERASI Z DAN ALPHA

    Selasa, 23 Juli 2019, Juli 23, 2019 WIB Last Updated 2019-07-23T00:52:02Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Oleh : Husnil Kirom, S.Pd., M.Pd.
    (Pengajar PPKn/Pegiat PPK)
    “Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Tahun 2019 telah usai. Barang pasti setiap sekolah mempunyai cara tersendiri dalam mengisi MPLS ini. Dasar dilaksanakannya kegiatan tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Peserta Didik Baru. Saat ini tentunya sekolah-sekolah telah siap dengan laporan beragam kegiatannya masing-masing yang .”

    Tulisan ini sebagai bentuk keprihatinan penulis terhadap musibah yang menimpa dunia pendidikan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, beberapa tujuan dilaksanakannya kegiatan MPLS ini adalah memperkenalkan lingkungan sekolah secara nyata, mulai dari bangunan fisik seperti kelas, perpustakaan, laboratorium, tempat ibadah, lapangan olahraga, mengajarkan wawasan wiyata mandala, kesadaran berbangsa dan bernegara, cara belajar efektif, penanaman pendidikan karakter, pembelajaran kurikulum 2013, pembinaan mental spritual yang baik dan benar, teknik kepramukaan dan latihan baris berbaris, mempraktikkan tata tertib dan tata krama yang berlaku di sekolah, melaksanakan kerja bakti sebagai bentuk kerja sama dan kepedulian terhadap lingkungan sekolah.
    Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Generasi Z dan Alpha
    Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, dan budaya. Konfigurasi karakter ini dikelompokkan dalam olah hati, olah rasa, olah karsa, olah pikir, dan olah raga.
    Penanaman atau pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlaq mulia. Sebagaimana menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Kemdikbud (2016:4) bahwa “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan bathin, karakter), pikiran (intelec) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Hal ini sejalan dengan kutipan pendapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan dengan kompetensi yang tinggi, tumbuh dan berkembang dari pendidikan menyenangkan dan lingkungan yang menerapkan nilai-nilai baik dalam seluruh sendi kehiduan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan karakter yang kuat dan kompetensi tinggilah jati diri bangsa menjadi kokoh. Kolaborasi dan daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab tantangan abad 21. Artinya kegiatan pembelajaran saat ini difokuskan pada penguatan karakter dan pencapaian kompetensi dipersyaratkan dalam kurikulum 2013 agar bersaing dengan bangsa lain.
    Penanaman karakter sejak dini sangat penting untuk membiasakan cara berpikir, bersikap, dan bertindak menjadi lebih baik, terutama di dunia pendidikan. Kebijakan pendidikan ini dirumuskan dalam bentuk Penguatan Pendidikan Karakter. PPK lahir karena kesadaran tantangan ke depan yang semakin kompleks dan tidak pasti, sekaligus melihat harapan bagi masa depan bangsa. PPK menjadi semakin penting dilaksanakan karena berbagai persoalan yang mengancam kebhinekaan dan keutuhan NKRI. Sementara di lingkungan pendidikan PPK dilaksanakan untuk mengantisipasi terjadinya tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, sampai pada perilaku kekerasan di sekolah, seperti saat MPLS. Nilai-nilai utama PPK adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nilai-nilai ini ditanamkan dan dipraktikkan melalui pembelajaran di kelas, kegiatan dan budaya di sekolah, serta partisipasi masyarakat misalnya komite sekolah.
    PPK berbasis kelas diupayakan melalui proses pembelajaran yang melibatkan mata pelajaran diintegrasikan dengan pengembangan karakter, memilih metode dan media pembelajaran sebagai pengembangan karakter, dan pengelolaan kelas untuk mengembangkan karakter anak. PPK berbasis budaya sekolah diupayakan melalui pembiasaan, tata kelola sekolah, pengembangan peraturan dan regulasi. Proses pembudayaan penting dalam PPK karena dapat memberikan dan membangun nilai-nilai luhur generasi muda, terutama peserta didik. Budaya sekolah yang baik diharapkan dapat mengubah perilaku peserta didik menjadi lebih baik. PPK berbasis masyarakat diupayakan dalam bentuk kemitraan yang sinergis antara pelaku pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat yang didasari semangat gotong royong dan kepedulian. Peningkatan peran komite sekolah dan keluarga dalam pendidikan karakter sangat diperlukan. Bahkan komite sekolah mempunyai peran besar dalam kemitraan dan upaya penguatan karakter untuk menyiapkan generasi emas 2045.
    Hemat penulis sasaran dari PPK ini adalah para generasi Z dan generasi Alpha. Generasi ini dikenal dengan anak milenial. Generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai 2010, rata-rata berusia 19-24 tahun. Adapun ciri atau hal yang menandai generasi ini adalah adanya peralihan dari generasi Y, teknologi sedang berkembang, pola pikir cenderung instan, usia beranjak remaja, kehidupan bergantung pada teknologi, dan mementingkan popularitas dari media sosial yang digunakan. Sedangkan Generasi Alpha adalah generasi yang lahir tahun 2010 sampai sekarang, rata-rata berusia sekolah antara 12-19 tahun sebagai lanjutan generasi sebelumnya, ditandai dengan semakin pesat dan canggihnya teknologi seperti gadget dansmartphone, lahir dari keluarga dengan masa Y, pola pikir mereka yang terbuka, transformatif, dan inovatif (Tantra, 2019).
    Menakar MPLS Lebih Ramah dan Manusiawi
    MPLS menjadi ajang pengenalan lingkungan sekolah, memahami materi, melatih kedisiplinan dan mental, serta mempererat persaudaraan sesama peserta didik baru. MPLS dari tahun ke tahun selalu menuai pro kontra di tengah masyarakat. Ada masyarakat yang menilai kegiatan ini tidaklah perlu dan tidak penting apalagi ada unsur senioritas dan perpeloncoan. Anggapan masyarakat ini bukan tanpa dasar, sebab sudah beberapa kali diberitakan kegiatan ini menelan korban meninggal dunia. Bahkan saat ini masih hangat pemberitaan tentang meninggalnya peserta MPLS di salah satu lingkungan pendidikan. Hal ini menimbulkan kesedihan dan duka mendalam bagi semua pihak.
    MPLS adalah Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah bukan lagi Masa Perpeloncoan Lanjut Siksaan. Kegiatan ini memiliki dasar hukum Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 dan Surat Edaran Nomor 6197/D/D4/PD/2019 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Tahun 2019. Di dalam permendikbud tersebut tidak boleh lagi diadakan kegiatan perpeloncoan atau bullying yang merugikan peserta didik baru. Kegiatan ini dibawah kewenangan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai jenjang dan lingkup sekolah. Dalam pelaksanaannya PLS didahului dengan menghadirkan orang tua/wali peserta didik baru di sekolah, dilanjutkan dengan penjelasan profil sekolah dan penyerahan secara simbolis peserta didik baru kepada pihak sekolah. Waktu pelaksanaanpun diatur menyesuaikan dengan jam belajar di sekolah. Bahkan apabila dalam pelaksanaan PLS terjadi pelanggaran, maka dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya masing-masing berhak dan wajib menghentikan kegiatan PLS itu.
     Sebenarnya aturan MPLS tahun ini menurut penulis sudah jelas kegiatan dan atribut apasaja yang boleh dan dilarang. Atribut yang tidak boleh lagi ada dalam kegiatan MPLS, seperti tas karung, tas plastik, kaos kaki warna-warni, aksesoris tidak wajar, alas kaki aneh, papan nama rumit dibuat, juga atribut lain yang tidak bermanfaat. Sementara kegiatan yang dilarang dalam MPLS, antara lain: (1) memberikan tugas berat dan tidak masuk akal, (2) membawa produk merk tertentu, (3) menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat, (4) memakan dan meminum sisa makanan peserta lain, (5) memberikan hukuman fisik yang tidak mendidik, (6) menyiramkan air kotor dan lain-lain. Jika aturan di atas dilaksanakan dengan baik terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sejatinya MPLS adalah masa ceria, bersahabat, informatif, dan edukatif bagi peserta didik baru untuk menjalani proses pembelajaran di sekolah baru yang dilakukan dengan lebih ramah dan manusiawi. Takarannya, ketika seluruh warga sekolah, masyarakat, dan pihak terkait terlibat aktif mengawasi pelaksanaan MPLS ini, maka kejadian berulang yang menimbulkan korban dapat diantisipasi. Sehingga tujuan utama MPLS untuk menanamkan pendidikan karakter dapat tercapai. Semoga!

    Redaksi.www.dutasumsel.com23719
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini